1. Biografi Kohlberg
Nama
lengkap Kohlberg adalah Lawrence Kohlberg, ia dilahirkan di Bronxville, New
York, Amerika Serikat, 25 Oktober 1927 dan meninggal pada 19 Januari 1987 dalam
usia 59 tahun. Ia menjabat sebagai profesor di Universitas Chicago serta
Universitas Harvard. Ia terkenal karena karyanya dalam pendidikan, penalaran,
dan perkembangan moral. Kohlberg merupakan pengikut teori perkembangan kognitif
Jean Piaget, karya Kohlberg.
Kohlberg
dilahirkan dalam sebuah keluarga kaya.Ia menjalani pendidikan di Akademi
Phillips, sebuah SMA swasta yang terkenal di New York. Pada Perang Dunia II,
setelah menyelesaikan pendidikan SMA-nya, ia mendaftar sebagai ahli mesin di
sebuah kapal perang. Di kapal itu, ia dan teman-temannya sekapal memutuskan
untuk membantu orang-orang Yahudi yang berusaha melarikan diri dari Eropa ke
Palestina.
Setelah
dinasnya dalam perang, ia mendaftar ke Universitas Chicago pada 1948. Hasil
ujian masuknya sangat tinggi, dan ia memperoleh gelar sarjana dalam psikologi
dalam waktu hanya satu tahun. Kohlberg terus bertahan di Universitas Chicago
untuk melanjutkan ke program pasca-sarjana, dan tertarik pada penalaran moral
anak-anak dan karya-karya awal Jean Piaget dan yang lain-lainnya.Ia menulis
disertasi doktoralnya di sana pada tahun 1958. yang memberikan kerangka dari
apa yang kini dikenal sebagai tahap perkembangan moral Kohlberg.
Kohlberg
kemudian mengajar pada 1962 di Universitas Chicago di Komite tentang
Perkembangan Manusia, dan memperpanjang masa tinggalnya dengan dunia
pendidikan. Pada 1968, dalam usia 40 tahun dan menikah serta dikarunia dua
orang anak, ia menjadi profesor pendidikan dan psikologi sosial di Universitas
Harvard. Sementara di Harvard, ia berjumpa dengan Carol Gilligan, yang
belakangan menjadi koleganya dan kritik terhadap teori perkembangan moralnya.
Dalam
sebuah kunjungan ke Israel pada 1969, Kohlberg berkunjung ke sebuah kibbutz dan
mengamati betapa perkembangan moral orang-orang muda saat itu jauh lebih
berkembang dibandingkan dengan mereka yang tidak menjadi bagian dari kibbutz.Ia
memutuskan untuk memikirkan ulang penelitiannya saat itu dan memulai sebuah
sekolah baru yang dinamai Sekolah Cluster di dalam SMA Cambridge Rindge and
Latin. Sekolah Cluster dikelola sebagai sebuah ‘komunitas yang adil’ di mana
siswa-siswanya mempunyai hubungan dasar dan yang layak dipercaya dengan
sesamanya, dengan menggunakan demokrasi dalam pengambilan semua keputusan di
sekolah itu. Dilengkapi dengan model ini, ia memulai ‘komunitas yang adil’ yang
sama di sekolah-sekolah yang lain, bahkan juga satu di penjara.
Kohlberg
tertular sebuah penyakit tropis pada 1971 ketika ia melakukan pekerjaan lintas
budaya di Belize. Akibatnya, ia bergumul dengan depresi dan penderitaan fisik
selama 16 tahun kemudian. Pada 19 Januari 1987, ia meminta cuti satu hari dari
Rumah Sakit Massachusetts tempat ia dirawat, lalu pergi dengan mobilnya ke
pantai, dan kemudian bunuh diri dengan menenggelamkan dirinya di Samudera
Atlantik. Umurnya 59 tahun ketika ia meninggal dunia.
2. Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg
Kohlberg mengemukakan teori
perkembangan moral berdasar teori Piaget, yaitu dengan pendekatan organismik
(melalui tahap-tahap perkem-bangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku
secara universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur proses
berpikir yang mendasari perilaku moral (moral behavior).
Menurut Kohlberg, pandangan Piaget
mengenai perkembangan moral anak-anak kecil yang ditandai oleh moralitas
heteronom adalah dengan menilai kebenaran atau kebaikan perilaku hanya dengan
melihat akibat-akibat yang ditimbulkan dari perilaku-perilaku itu, dan bukan maksud
dari perilaku. pandangan piaget berikutnya tentang hubungan antara orang tua
dan anak, dimana posisi anak tidak memiliki kekuasaan apa-apa dan orang tua
memegang kekuasaan penuh sehingga, pola relasi tersebut tidaklah mengembangkan
pemikiran moral, dikarenakan peraturan selalu di teruskan dan diterapkan secara
otoriter.
Selama 18 tahun Lawrence Kohlberg
mengadakan penelitian mengenai perkembangan moral yang berlandaskan pada teori
perkembangan kognitif Piaget. Kohlberg mengajukan postulat atau anggapan dasar
bahwa anak membangun cara berpikir mereka melalui pengalaman termasuk
pengertian konsep moral seperti keadilan, hak, persamaan, dan kesejahteraan
manusia. Penelitian yang dilakukannya memusatkan perhatian pada kelompok usia
di atas usia yang diteliti oleh Piaget. Dari penelitiannya itu Kohlberg
merumuskan adanya tiga tingkat (level) yang terdiri atas enam tahap (stage)
perkembangan moral.
3. Asumsi Dasar Perkembangan Moral dan Penalaran Moral
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari
tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya
seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University
of Chicago berdasarkan
teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap
dilema moral. Ia menulis disertasi
doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut
tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.
Sebagai
mekanisme yang harus dilalui guna meningkatkan penalaran moral diperlukan
pengalaman-pengalaman khusus di dalam diri individu dengan adanya kesempatan
mengalami “Alih Peran” (Role Taking).Menurut Selman, alih peran
berkenaan dengan perubahan kualitatif didalam struktur pemahaman tentang
hubungan perspektif diri sendiri dengan perspektif orang lain. Kohlberg
mengemukakan arti tahap-tahap alih peran sebagai berikut: tahap alih peran
tidak hanya berarti sekedar empati atau mengetahui perasaan-perasaan orang lain
yang berbeda dari pandangannya, tetapi merupakan kemampuan kognitif untuk dapat
melihat sudut pandang orang lain dalam lingkungan sosial (Arbuthnot dan Faust,
1981). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa alih peran
sosial adalah kemampuan mengambil alih peran orang lain kedalam diri sendiri
sesuai dengan bagaimana orang lain berada di dalam perannya tersebut di
lingkungan sosial.
Kohlberg
menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral
dan perkembangan secara bertahap (Kohlberg, 1958, 1976, 1986).Kohlberg percaya
terdapat tiga tingkat perkembangan moral, yang masing-masingnya ditandai oleh
dua tahap.Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori
Kohlberg, ialah internalisasi, yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang
dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikenadalikan secara
internal.
Teori
ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis,
mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan
dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang
menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan
konstruktif.Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa
proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan
perkembangannya berlanjut selama kehidupan,walaupun ada dialog yang mempertanyakan
implikasi filosofis dari penelitiannya.
4. Tahapan Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg
Tingkat Satu: Penalaran
Prakonvensional
Praconventional reasoning
adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg.Pada
tingkatan ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral –
penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal.
Tahap 1 :
Orientasi hukuman dan ketaatan (punishment and obedience orientation). Pada tahap ini penalaran moral didasarkan
atas hukuman.Anak-anak taat pada orang dewasa karena orang dewasa menuntut
mereka untuk taat.
Tahap 2 :
Individualisme dan tujuan (individualism and purpose). Pada tahap ini penalaran
moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri.Anak-anak taat
bila mereka ingin taat, dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik
adalah taat.Apa yang benar adalah apa yang dirasa baik dan apa yang dianggap menghasilkan
hadiah.
Tingkat Dua: Penalaran
Konvensional
Conventional reasoning ialah
tingkat menengah dalam teori perkembangan moral Kohlberg.Pada tingkatan ini,
internalisasi individual ialah menengah.Seseorang menaati standar-standar
(internal) tertentu, tetapi mereka tidak menaati standar-standar orang lain
(eksternal), seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.
Tahap 3 :
Norma-norma Interpersonal (interpersonal norms). Pada tahap ini seseorang
menghargai kebenaran, kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai
landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Anak-anak mengadopsi standara moral
orang tuanya dengan harapan dihargai oleh orang tuanya.
Tahap 4 :
Moralitas sistem sosial (social system morality). Pada tahap ini
pertimbangan-pertimbangan didasarkan atas pemahaman aturan social, hukum-hukum,
keadilan, dan kewajiban.
Tingkat Tiga: Penalaran
Pascakonvensional
Postconventional reasoning ialah
tingkat tertinggi dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkatan ini
moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada
standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan alternative,
menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan kode moral
pribadi.
Tahap 5 :
Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual (comunity rights versus individual
rights). Pada tahap ini seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan aturan adalah
bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain.
Seseorang menyadari hukum penting bagi masyarakat, tetapi nilai-nilai seperti
kebebasan lebih penting dari pada hukum.
Tahap 6 :
Prinsip-prinsip etis universal (universal ethical principles). Pada tahap ini
seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak
manusia yang universal. Bila menghadapi konflik secara hukum dansuara hati,
seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan
resiko pribadi.
-->
3. EVALUASI TEORI PERKEMBANGAN MORAL
DAN PENALARAN MORAL KOHLBERG
Kohlberg menyusun Wawancara Keputusan Moral
dalam disertasi aslinya di tahun 1958.Selama kurang lebih 45 menit dalam
wawancara semi-terstruktur yang direkam, pewawancara menggunakan dilema-dilema
moral untuk menentukan penalaran moral tahapan mana yang digunakan partisipan.
Dilemanya berupa ceritera fiksi pendek yang menggambarkan situasi yang
mengharuskan seseorang membuat keputusan moral. Partisipan tersebut diberi
serangkaian pertanyaan terbuka yang sistematis, seperti apa yang mereka pikir
tentang tindakan yang seharusnya dilakukan, juga justifikasi seperti mengapa
tindakan tertentu dianggap benar atau salah. Pemberian skor dilakukan terhadap
bentuk dan struktur dari jawaban-jawaban tersebut dan bukan pada isinya;
melalui serangkaian dilema moral diperoleh skor secara keseluruhan.
Dilema Heinz
Salah satu dilema yang digunakan Kohlberg dalam penelitian awalnya adalah
dilema apoteker: Heinz Mencuri Obat di Eropa.
“Seorang perempuan sudah hampir meninggal dunia akibat semacam kanker. Ada suatu
obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat itu adalah semacam radium yang baru
saja ditemukan oleh seorang apoteker di kota
yang sama. Obat itu mahal ongkos pembuatannya, tetapi si apoteker menjualnya
sepuluh kali lipat ongkos pembuatannya tersebut. Ia membayar $200 untuk radium
tersebut dan menjualnya $2.000 untuk satu dosis kecil obat tersebut. Suami dari
perempuan yang sakit, Heinz, pergi ke setiap orang yang dia kenal untuk
meminjam uang, tapi ia cuma memperoleh $1.000, setengah dari harga obat
seharusnya. Ia berceritera kepada apoteker bahwa isterinya sudah sekarat dan
memintanya untuk dapat menjual obat dengan lebih murah atau memperbolehkan dia
melunasinya di kemudian hari. Tetapi si apoteker mengatakan: “Tidak, saya yang
menemukan obat itu dan saya akan mencari uang dari obat itu.” Heinz menjadi
putus asa dan membongkar apotek tersebut untuk mencuri obat demi istrinya.
Haruskah Heinz membongkar apotek itu untuk mencuri obat bagi isterinya?
Mengapa?[5]
Dari sudut pandang teoretis, apa yang menurut partisipan perlu dilakukan
oleh Heinz tidaklah penting. Teori Kohlberg berpendapat bahwa justifikasi yang
diberikan oleh partisipanlah yang signifikan, bentuk dari respon mereka.
Kritik Terhadap Teori
Perkembangan Moral Kohlberg
Kritik
ini termasuk kekurangan dari teori perkembangan moral (Kohlberg).Kritik ini
mencakup hubungan antara penalaran moral dan perilaku moral, kualitas
penelitian, pertimbangan yang memadai tentang peran kebudayaan dalam
perkembangan moral, dan pengabaian perspektif pengasuhan.
1. Pemikiran
Moral dan Perilaku Moral
Teori Kohlberg dikritik karena memberi terlalu
banyak penekanan pada penalaran moral dan kurang memberi penekanan pada
perilaku moral.Penalaran moral kadang-kadang dapat menjadi tempat perlindungan
bagi perilaku inmoral.
2. Kebudayaan
dan Perkembangan Moral
Kritik lain terhadap pandangan Kohlberg ialah bahwa
pandangan ini secara kebudayaan bias (Banks, 1993; Bronstein & Paludi,
1998; Miller & Bersoff, dalam proses
cetak). Suatu tinjauan penelitian terhadap perkembangan moral di 27 negara
menyimpulkan bahwa penalaran moral lebih bersifat spesifik kebudayaan daripada
yang dibayangkan oleh Kohlberg dan sistem skor Kohlberg tidak mempertimbangkan
penalaran moral tingkat tinggi pada kelompok-kelompok kebudayaan tertentu
(Snarey, 1987). Contoh-contoh penalaran moral tingkat tinggi yang tidak akan
memperoleh skor tertinggi dalam sistem Kohlberg ialah nilai-nilai yang
berkaitan dengan keadilan komunal (communal
equity) dan kebahagiaan kolektif di Israel, persatuan dan kesucian segala
bentuk kehidupan di India, dan hubungan individu dengan masyarakat di New
Guinea. Contoh-contoh perkembangan moral ini tidakakan mendapat skor pada
tingkat tertinggi pada sistem Kohlberg karena contoh-contoh ini tidak
menekankan hak-hak individu dan prinsip-prinsip keadilan yang abstrak.
3. Gender
dan Perspektif Kepribadian
Carol Gilligan (1982, 1990-1992) percaya bahwa teori
perkembangan moral Kohlberg tidak mencerminkan secara memadai, relasi dan
kepedulian terhadap manusia lainnya. Prespektif keadilan adalah suatu
perspektif moral yang berfokus pada hak-hak individu: individu berdiri sendiri
dan bebas mengambil keputusan moral. Teori Kohlberg ialah suatu perspektif keadilan.
Sebaliknya perspektif kepedulian ialah suatu perspektif moral yang memandang
manusia dari sudut keterkaitannya dengan manusia lain dan menekankan
komunikasi, interpersonal, relasi dengan manusia lain, dan kepedulian dengan
orang lain. Teori Gilligan ialah suatu perspektif kepedulian. Menurut Gilligan,
Kohlberg kurang memerhatikan perspektif kepedulian dalam perkembangan moral. Ia
percaya bahwa hal ini mungkin terjadi karena Kohlberg seorang laki-laki, karena
kebanyakan penelitiannya ialah dengan laki-laki daripada perempuan dan karena
ia menggunakan respons laki-laki sebagai suatu model bagi teorinya. Salah satu
kliam Gilligan menjelaskan bahwa ukuran-ukuran perkembangan moral penganut
Kohlberg tradisional adalah bias terhadapkaum perempuan – dipersoalkan secara
ekstensif. Misalnya, kebanyakan studi penellitian yang menggunakan
cerita-cerita dan sistem skor Kohlberg tidak menemukan perbedaan-perbedaan
jenis kelamin (Walker, 1984, 1991a, 1991b).
4. Pengaruh
keluarga
Piaget maupun Kohlberg tidak menganggap orang tua
penting bagi perkembangan moral anak-anak.Akan tetapi, penelitian terkini
menekankan kontribusi orang tua dalam area kognitif maupun emosional. Dalam
suatu penelitian, orang tua dari 63 siswa kelas 1, 4, 7, dan 10 diminta untuk
berbicara dengan anak mereka tentang dua dilema: satu hipotesis dan satu nyata
yang digambarkan anak (L.J. Walker & Taylor, 1991). Remaja yang selama dua
tahun berikutnya menunjukan kemajuan paling besar melalui tahapan Kohlberg
adalah mereka yang orang tuanya menggunakan humor dan pujian, mendengarkan, dan
bertanya mengenai pendapat mereka.Sebaliknya, mereka yang kemajuannya sedikit
adalah mereka yang orang tuanya senang berceramah serta menantang atau
menentang pendapat mereka.
Kelebihan Teori Perkembangan
Moral
Kelebihan dari teori perkembangan moral
itu sendiri yang memudahkan orang dalam memahami perkembangan moral.Adanya ketahapan
juga memudahkan orang untuk membuat jangkauan tentang perkembangan moral
seseorang.Secara praktis, dengan adanya tahap-tahap perkembangan memudahkan
orang dalam memberikan stimulasi yang tepat untuk meningkatkan penalaran moral
seorang anak.
Selain itu, ada beberapa kelebihan lagi
dari Teori Kahlberg daripada pendekatan lain, yaitu :
1. Mempunyai
arah yang jelas yakni, meningkatkan tahap perkembangan moral peserta didik.
2. Memperhatikan
komponen kematangan moral yang penting yaitu pertimbangan keputusan moral yang
benar.
3. Mempunyai
pandangan realistis terhadap peserta didik yang dilihat sebagai manusia yang
sedang berkembang.
4. Mempunyai
teori tentang tahap-tahap perkembangan moral yang dapat dijadikan pedoman untuk
menentukan cara-cara memperlakukan peserta didik sesuai dengan taraf
perkembangannya.
5. Memberikan
wawasan baru tentang pentingnya memperhatikan faktor-faktor yang menghambat
peningkatan tahap perkembangan moral.
6. Memberikan
solusi tentang prioritas nilai-nilai moral, yaitu nilai-nilai yang berdasarkan
prinsip etis universal.
Kelebihan-kelebihan dari sudut pandang
Kohlberg ini kiranya memberikan sumbangan yang besar dalam mengoptimalkan
pelaksanaan pendidikan nilai moral di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Zahrotun, M.Si., dkk. 2006, Psikologi Perkembangan: Tinjauan Psikologi Barat dan Psikologi Islam, Jakarta.
Santrock W. John, Life Span Development, University of Texas At Dallas : 2002
http://alifiaz.blogspot.com/2013/04/perkembangan-moral-menurut-lawrence.html
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dalam Mata Kuliah Psikologi
Perkembangan Dosen Pembimbing: Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si dan Layyinah, M.Si, P.Si
1 komentar:
terima kasih.. sya gunakan sebagai rujukan
Posting Komentar