Kalau kita
perhatikan kehidupan manusia dalam kesehariannya akan bermacam-macam yang
terlihat, ada yang terlihat cemas meskipun kondisinya sedang sehat, dan ada
yang terlihat bahagia meskipun sedang dilanda suatu penyakit dan kesusahan.
Disamping itu ada pula orang-orang yang tidak memperhatikan kesehatannya dan
tidak dapat bertanggung jawab terhadap kehidupannya.
Atas dasar sebab
inilah banyak berkembang ilmu psikologis yang membahas perilaku manusia dan
motif apa yang mendorongnya berperilaku sama meskipun dalam kondisi yang
berbeda. Para ahli mulai mempelajari sebab-sebab yang membuat orang tidak mampu
mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya sehingga ia kurang
memperhatikan kesehatan atau berlebihan dalam mempengaruhi kesehatannya.
Pembahasan
mengenai kesehatan mental dari segi islami-pun mulai dikaji oleh beberapa tokoh
ahli. Mereka ingin menggambarkan kesejahteraan manusia tidak hanya diambil dari
tercukupinya kebutuhan-kebutuhan materi yang terlihat dari lahirnya saja, akan
tetapi juga kebutuhan jiwa akan kebahagiaan yang hakiki yaitu hubungan Sang Kholik
dengan Ciptaan-Nya yang dapat mempengaruhi adanya sehat mental secara lahir dan
batin.
Pengertian
Kesehatan Mental menurut Prof. Dr. Zakiyah Darajat yang beliau tulis dalam
bukunya yang berjudul sama. Beliau menuliskan bahwa Kesehatan Mental adalah terhindarnya
seseorang dari gejala-gejala gangguan jiwa (Neuroses) dan dari gejala-gejala
penyakit jiwa (Psychoses).
Menurut definisi ini gangguan jiwa dapat dikatakan hinggap pada setiap manusia seperti rasa cemas yang tak diketahui penyebabnya secara jelas, malas, lesu dan tidak ada gairah untuk melakukan suatu pekerjaan. Tingkat yang lebih tinggi dari gangguan jiwa ini ialah Anxiety, Neurasthenia, Hysteria, dan lain sebgainya. Sedangkan sakit jiwa ialah orang yang memiliki pandangan berbeda dari kebanyakan orang, biasa disebut juga dengan istilah miring atau Gila.
Menurut definisi ini gangguan jiwa dapat dikatakan hinggap pada setiap manusia seperti rasa cemas yang tak diketahui penyebabnya secara jelas, malas, lesu dan tidak ada gairah untuk melakukan suatu pekerjaan. Tingkat yang lebih tinggi dari gangguan jiwa ini ialah Anxiety, Neurasthenia, Hysteria, dan lain sebgainya. Sedangkan sakit jiwa ialah orang yang memiliki pandangan berbeda dari kebanyakan orang, biasa disebut juga dengan istilah miring atau Gila.
Didalam islam
sendiri, sehat mental secara lahir dan batin tidak hanya dari luarnya saja,
tetapi juga ada dimensi-dimensi yang harus dicapai untuk mendapat kesehatan
yang hakiki. Orang yang memiliki persepsi sehat yang baik akan mendapatkan
kesehatan mental yang baik. Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits apabila
baik maka baik semua jasmaninya, Dalam hadits Nu`man bin Basyir bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
"Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baik juga seluruh tubuhnya. Jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati". (HR Muslim, no. 1599. Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasâ`i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan ad-Darimi, dengan lafazh yang berbeda-beda namun maknanya sama. Hadits ini dimuat oleh Imam an-Nawawi dalam Arba’in an-Nawawiyah, hadits no. 6, dan Riyadhush-Shalihin, no. 588)
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
"Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baik juga seluruh tubuhnya. Jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati". (HR Muslim, no. 1599. Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasâ`i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan ad-Darimi, dengan lafazh yang berbeda-beda namun maknanya sama. Hadits ini dimuat oleh Imam an-Nawawi dalam Arba’in an-Nawawiyah, hadits no. 6, dan Riyadhush-Shalihin, no. 588)
Menurut Prof.
Abdul Mujib, M.Ag, (2001) kondisi mental yang tenang dan tentram dapat
digambarkan sebagai adanya kemampuan individu dalam bersabar menghadapi
persoalan-persoalan hidup yang berat. Dengan kemampuannya yang bisa
menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhiratnya individu bisa melalui
ujian yang diterima dengan baik. Beriman kepada Allah ialah salah satu bentuk
terbaik atas kembalinya segala yang dimiliki dan setiap peristiwa yang terjadi
dalam hidupnya. Iman berarti percaya atau membenarkan keyakinan dalam hati dan
lisan. Dengan adanya iman didalam diri individu akan tercermin pancaran
keimanan tersebut dalam tiap perilaku dan ucapannya. Semakin tinggi kualitas
keimanannya akan tercermin dari akhlaknya yang mahmudah, sebaliknya, semakin
rendah kualitas keimanannya akan tercermin dari akhlaknya yang jauh dari kaidah
dan tutunan agama Allah.
Iman kepada Allah
merupakan rukun iman yang pertama. Orang yang beriman kepada Allah akan meraih
kebahagiaan dan kedamaian dalam jiwanya. Setiap orang harus meyakini dalam
hatinya bahwa Allah ialah Tuhan yang Maha Esa, yaitu satu-satunya Tuhan yang
patut disembah, yang kepadanya berpulang segala sesuatu yang ada di langit dan
di bumi. Kebahagiaan-kesedihan dan kesakitan-kesembuhan semua datangnya dari
Allah. Sebagai manusia yang beriman kepada Allah kita meyakini bahwa ada
ketentuan-ketentuan itu ialah pasti datangnya dari Allah. Allah telah mengatur
ketentuan Qadha’ dan Qadar sejak zaman azali. Namun manusia dapat mengubah
takdirnya apabila berikhtiar, berusaha dan berdoa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar