Kamis, 14 Mei 2015

Pengaruh Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam



Kalau kita perhatikan kehidupan manusia dalam kesehariannya akan bermacam-macam yang terlihat, ada yang terlihat cemas meskipun kondisinya sedang sehat, dan ada yang terlihat bahagia meskipun sedang dilanda suatu penyakit dan kesusahan. Disamping itu ada pula orang-orang yang tidak memperhatikan kesehatannya dan tidak dapat bertanggung jawab terhadap kehidupannya.
Atas dasar sebab inilah banyak berkembang ilmu psikologis yang membahas perilaku manusia dan motif apa yang mendorongnya berperilaku sama meskipun dalam kondisi yang berbeda. Para ahli mulai mempelajari sebab-sebab yang membuat orang tidak mampu mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya sehingga ia kurang memperhatikan kesehatan atau berlebihan dalam mempengaruhi kesehatannya.
Pembahasan mengenai kesehatan mental dari segi islami-pun mulai dikaji oleh beberapa tokoh ahli. Mereka ingin menggambarkan kesejahteraan manusia tidak hanya diambil dari tercukupinya kebutuhan-kebutuhan materi yang terlihat dari lahirnya saja, akan tetapi juga kebutuhan jiwa akan kebahagiaan yang hakiki yaitu hubungan Sang Kholik dengan Ciptaan-Nya yang dapat mempengaruhi adanya sehat mental secara lahir dan batin.
Pengertian Kesehatan Mental menurut Prof. Dr. Zakiyah Darajat yang beliau tulis dalam bukunya yang berjudul sama. Beliau menuliskan bahwa Kesehatan Mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan jiwa (Neuroses) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (Psychoses). 

Menurut definisi ini gangguan jiwa dapat dikatakan hinggap pada setiap manusia seperti rasa cemas yang tak diketahui penyebabnya secara jelas, malas, lesu dan tidak ada gairah untuk melakukan suatu pekerjaan. Tingkat yang lebih tinggi dari gangguan jiwa ini ialah Anxiety, Neurasthenia, Hysteria, dan lain sebgainya. Sedangkan sakit jiwa ialah orang yang memiliki pandangan berbeda dari kebanyakan orang, biasa disebut juga dengan istilah miring atau Gila.
Didalam islam sendiri, sehat mental secara lahir dan batin tidak hanya dari luarnya saja, tetapi juga ada dimensi-dimensi yang harus dicapai untuk mendapat kesehatan yang hakiki. Orang yang memiliki persepsi sehat yang baik akan mendapatkan kesehatan mental yang baik. Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits apabila baik maka baik semua jasmaninya, Dalam hadits Nu`man bin Basyir bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

"Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baik juga seluruh tubuhnya. Jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati". (HR Muslim, no. 1599. Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasâ`i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan ad-Darimi, dengan lafazh yang berbeda-beda namun maknanya sama. Hadits ini dimuat oleh Imam an-Nawawi dalam Arba’in an-Nawawiyah, hadits no. 6, dan Riyadhush-Shalihin, no. 588)
Menurut Prof. Abdul Mujib, M.Ag, (2001) kondisi mental yang tenang dan tentram dapat digambarkan sebagai adanya kemampuan individu dalam bersabar menghadapi persoalan-persoalan hidup yang berat. Dengan kemampuannya yang bisa menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhiratnya individu bisa melalui ujian yang diterima dengan baik. Beriman kepada Allah ialah salah satu bentuk terbaik atas kembalinya segala yang dimiliki dan setiap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Iman berarti percaya atau membenarkan keyakinan dalam hati dan lisan. Dengan adanya iman didalam diri individu akan tercermin pancaran keimanan tersebut dalam tiap perilaku dan ucapannya. Semakin tinggi kualitas keimanannya akan tercermin dari akhlaknya yang mahmudah, sebaliknya, semakin rendah kualitas keimanannya akan tercermin dari akhlaknya yang jauh dari kaidah dan tutunan agama Allah.
Iman kepada Allah merupakan rukun iman yang pertama. Orang yang beriman kepada Allah akan meraih kebahagiaan dan kedamaian dalam jiwanya. Setiap orang harus meyakini dalam hatinya bahwa Allah ialah Tuhan yang Maha Esa, yaitu satu-satunya Tuhan yang patut disembah, yang kepadanya berpulang segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Kebahagiaan-kesedihan dan kesakitan-kesembuhan semua datangnya dari Allah. Sebagai manusia yang beriman kepada Allah kita meyakini bahwa ada ketentuan-ketentuan itu ialah pasti datangnya dari Allah. Allah telah mengatur ketentuan Qadha’ dan Qadar sejak zaman azali. Namun manusia dapat mengubah takdirnya apabila berikhtiar, berusaha dan berdoa.

Tidak ada komentar: