Kamis, 15 Juli 2010

Mimpi ala Bima


Mimpi adalah sebuah keinginan yang sulit untuk dikejar namun indah ketika kita menggapainya. Pagi yang cerah ini mengiringi langkah Bima, mengantarkan langkahnya yang terseok-seok menapaki jalan setapak menuju SMU 1. Mentari yang masih bersembunyi malu-malu, cahayanya menyapa wajahnya dengan lembut. Paginya kini tak secerah mentari satu setengah bulan yang lalu, saat hatinya masih dengan riang menyapa Fania dalam diam.

Satu setengah bulan yang lalu, tepatnya dihari ulangtahun Bima yang ke-17. Fania hadir dengan segenap keindahannya., Fania siswa pindahan dari kelas 2 IPA 3, ia dipindah kekelas ini karena dikelasnya sudah kelebihan muatan. Pagi itu, Bima mendapat ucapan selamat dari teman-teman sekelasnya.

”Happy birthday Bim!” Teriak Nathan sambil merangkul bahu Bima
“Thank you Nathan sahabatku !” Sambutnya hangat.
”Permisi” Sapa seorang cewek saat melintasi mereka yang berceloteh riang di depan kelas, Bima tak lepas memandang cewek itu.

Dengan kacamata yang bertengger dihidungnya yang bangir menambah manis wajahnya, meskipun senyumannya dingin dan tatapan matanya tajam.
Bima yang terpana terus membuntuti cewek cantik itu. Ngomong-ngomong siapa nama cewek cantik itu Bima belum mengetahuinya. Sepertinya hari ini akan menjadi hari terindah dalam hidupnya. Bima kembali merasakan love at first sight. Nathan yang melihatnya menyikut lengan Bima dengan kuat.
”Kenapa Bim ? Kesambet setan lagi ?” Ledeknya
”Enak aja, jangan sembarangan ngomong Nath. Siapa yang suka sama cewek tadi !” Jawabnya emosi, ups,
”Apa ? Lu suka sama Fania ? Yang benar aja Bim, jangan bercanda deh lu” Nathan meliriknya dengan heran. Bima tersenyum simpul. Jadi, nama cewek cantik itu Fania.

Tak henti-hentinya Bima mengembangkan senyumannya, sampai bibirnya terasa kaku. Akhirnya gue tahu siapa nama cewek cantik itu. Fania. Nama yang cantik, secantik orangnya. Ah, semakin dilihat, Fania semakin cantik. Sudah cantik pintar lagi. Dilihatnya Fania yang cantik sedang serius menekuri buku tebal yang ada dihadapannya. Sempurna. Ternyata enak juga kedatangan warga baru dikelasnya. Padahal waktu diumumkan akan ada murid pindahan dari kelas sebelah, Bima tidak terima. Baginya warga kelas 2 IPA 1 ini sudah terikat satu sama lainnya seperti sebuah keluarga.
”Bim, makan-makan yuk dikantin. Ultah lu nggak dirayain apa?” Ajak Nathan
”Eh, i-iya dong pasti dirayain. Yuk semuanya kekantin, pesen apa aja yang kalian mau. Nanti biar gue yang bayarin !” Teriak Bima pada teman-teman sekelasnya, dilihatnya Fania hanya melihatnya sepintas. Bima belum berani menatap mata bening Fania.
”Jus advocadnya dua bu!” Seru Bima memesan dua gelas jus favoritnya.
“Bim, gue mau lu jawab yang jujur ya” Ancam Nathan saat kantin telah mulai sepi dari pengunjungnya. Hanya segelintir orang yang masih duduk berleha-leha di bangkunya.
“Ada apa memangnya Nath ?” Tanya Bima mendekatkan wajahnya dengan wajah Nathan yang gugup.
“Lu serius nggak suka sama Fania ?” Bima langsung menjauhkan wajahnya. Jantungnya berdebar tak karuan, tak berhenti tanpa bisa dikendalikan.
”Ng-gak seriuslah gue, kenapa Nath ?”
“Serius Bim ?”
“Sumpah gue nggak bohong” Dalam hatinya Bima berkata bahwa ia tak bohong, bahwa ia mencintai Fania sepenuh hati, meski baru pertama kali melihat.
“Alhamdulillah, serius kan Bim ? Berarti lu bisa bantuin gue besokkan ?”
“Bantuin apa ?” Hatinya mulai meragukan jawaban yang tadi diucapkannya.
“Besok gue mau nembak Fania” Ucapnya setengah berbisik. Deg, seketika itu juga jantungnya serasa berhenti. Dirabanya dadanya, jantungnya masih berfungsi atau sudah tak berfungsikah ?
”...........”

Pagi ini adalah kali pertamanya Bima menginjakkan kaki di sekolah yang empat tahun belakangan ini menemani perjuangannya menggapai cita-cita dengan menuntut ilmu. Rasanya sudah tak seindah dulu lagi, pemandangan telah berubah seiring hatinya yang telah kaku menerima keindahan. Esok dirinya akan di wisuda, dengan berbagai perjuangan akhirnya ia bisa menempuh S1 nya tanpa gangguan seperti zaman SMAnya dulu.

Selamat pagi bunga indah yang bermekar, hatinya kini juga telah merekah siap menghadapi keindahan dunia dari sisi lain. Hari-harinya dulu hancur berantakan karena satu nama. Kini berkat kehancuran itu, dirinya telah matang untuk berdiri diujung dunia.

“Lihat Bim, sekolah kita yang dulu”
“Iya Nath, dulu kita sering duduk dibangku cokelat itu sebelum masuk kelas”
“Nggak banyak berubah, tambah luas dan rapih” Gumamnya
“Dulu kita disini saat perang dingin, lumayan lama kita diem-dieman kayak gitu ya” Ucapan Bima menyadarkan Nathan dari lamunannya, iya dulu ada perang dingin yang membuat kehancuran disisi terburuk kehidupannya. Tapi kini ia telah berhasil.
“Itu dulu Bim, sekarang sudah tak ada lagi yang pantas kita ributkan”
“Iya Nath, sekarang aku sudah sadar. Tak pantas bagiku berteman dengan yang namanya kebencian” tangan kirinya kini menggenggam tangan Nathan.
”Sekarang apa kamu telah sadar bahwa aku yang terbaik ?” Tanyanya
”Sangat sadar” Disandarkan kepalanya dibahu bima
”Harus ada satu hal yang wajib kamu ketahui ’aku tak akan pernah menyia-nyiakan kamu lagi’ hanya kamu” hatinya telah lega sekarang setelah mengucapkan satu hal yang harus diketahui sahabatnya itu, yang kini akan menjadi kekasih abadinya. Sehidup semati.
”Aku sudah tahu hal itu sejak awal perkuliahan kita” Senyumnyapun terus mengembang.

Tidak ada komentar: