Minggu, 05 Juni 2011

Sebuah Permainan -part II- (revisi)

Ada ya permainan yang mematikan karakter orang? Ya ada lah, contohnya: main Game The Sims sampai mata merah, otot kaku dan ambeien karena nggak pernah pindah ke aktifitas yang lain. Bagaimana mau ganti aktifitas, wong melirik ke tempat lain saja ogah. Lagian, ada-ada saja sih Fania. Main Game seharian suntuk dari pulang sekolah sampai malam, tak pernah bosan. Padahal ini masih game yang tingkat ecek-ecek, alias nggak butuh pemikiran yang berarti. Mungkin inilah evolusi permainan anak-anak cewek yang dulunya berupa rumah-rumahan, bongkar pasang, Barbie, dan main peran.
Uuhh, rasanya pengen narik-narik rambutnya yang ikal. Sudah satu jam Aku bengong ngeliatin Dia main game nggak mutu itu.
“Sabar ya Gus, bentaaarrr aja” nyadar juga dari tadi dirinya di tungguin.
“He-eh, ampe jamuran juga gue tungguin” sahutku kesal.
“Oke oke, sedikiiittt lagi Gus” Aku melengos, sudah ribuan kali aku mendengar -sebentar lagi-sedikit lagi- kenapa nggak sekalian ‘sepuluh jam lagi ya Gus’. Biar Aku bulukan sekalian disini. Sebenarnya siapa sih yang menciptakan Game ini? Bikin sewot aja. Kalau nanti suatu hari bertemu sama yang bikin game sialan ini, pengin Aku bacok, biar kapok. Yang di tungguin malah tambah asyik lagi.
“Fan, jangan sampe gue cabut tipinya ya. Biar gue umpetin di gudang.belakang” Ancamku,
“Oke, sekarang lo mau ngapain?” Tanya Fania sembari membereskan PSnya.
“Ngerjain tugas Fan, emang lo udahan bikin tugas dari Pak Mukri?” kesal juga dari dua jam yang lalu di cuekin, eh, dia malah baru nyadar apa tujuanku datang kesini. Huuuuhhh, ingin rasanya menjitak rambut kuncir duanya itu.
“Belum Gus, lo udah yaa emangnya?” tanyanya balik
“Huh, justru itu Fan Gue dating ke sini. Klo nggak mau ngerjain PR, ngapain gue repot-repot dating ke rumah lo ?” dengusnya “Yaudah yuk Fan kerjain di Gazebo sana” Tunjuknya ke arah belakang rumah.

Yaa itu memang tempat favorite kami berdua, biasa ngerjain PR bareng sampei ngobrol ngalor-ngidul membunuh waktu luang. Sahabatku ini memang luar biasa pendiam, padahal sudah jelas Dia ini perempuan tulen. Tapi diemnya bisa mengalahkan kucing Anggoraku yang pemalas. Ya yaa, Fania ini sudah 10 tahun terakhir tinggal di rumah sebelahku, keluarganya ramah dan baik kepadaku, tapi karena terlalu sibuk, ia selalu ditinggal sendirian di rumah. Kasihan Fania, seorang anak tunggal yang kesepian.
*** 
            Sore yang cerah ini Aku dan Fania jalan-jalan bersepedah keliling komplek. Lembayung senja yang keorenan begitu indah di langit angkasa yang luas. Kicau burung pun turut meramaikan sore yang apik. Sinar hangat mentari sore menyinari jalan-jalan yang kami telusuri sepanjang sore.
            Di persimpangan ujung jalan sana ada sebuah danau yang tidak begitu luas. Tapi cukup nyaman. Bebek-bebek riang berenang di danau yang terlihat tenang dan tercium semilir angin sejuk yang berhembus perlahan.
            Hei, Fania begitu lucu mengenakan kaus pink dan celana kargo ¼ kaki itu. Membuatku terpana melihatnya berceloteh riang dengan bebek-bebek. Aku pikir Bebek itu pasti tidak mengerti apa yang diucapkan si Bawel Fania. Sebenarnya Fania tidak terlalu pendiam, hanya saja jika ia sedang bermain Game The Sims itu membuatnya lupa waktu. lupa makan, lupa buat PR, lupa mandi dan banyak aktifitas yang tidak ia kerjakan selama seharian penuh. Tapi ia juga tidak cerewet seperti cewek lain pada umumnya. Dia cenderung lebih kalem dibanding teman-teman dikelas. Itu sebabnya aku senang berlama-lama disamping Fania. Lucu, menggemaskan, menyenangkan, anggun, dan menawan. Aaahh itu hanya penggambaran khayalanku yang berlebihan, tapi aku sangat yakin bahwa Fania begitu menyenangkan.

“Kamu tau nggak Gus?” Tanya Fania yang berdiri di ujung Danau, tangannya tak henti melempari remah-remah biscuit pada bebek-bebek yang bergerumul.
            “Tau apa Fan?” tanyaku balik, mataku sambil sesekali bergantian melihat bebek dan kanvas di tanganku.
            “Bebek-bebek ini sebenarnya mereka tidak lapar” aku tersentak mendengarnya.
            “Bagaimana mungkin? Mereka lahap semua sampai berebutan” sahutku
            “Iya, sebenarnya hanya 1 bebek yang lapar, tapi yang lain mengikuti padahal ia sedang tidak lapar” Fania menengok padaku dan tersenyum, kemudian melanjutkan ucapannya kembail “Seperti manusia, melihat orang punya mobil ia juga ingin. Melihat orang punya handphone ‘smartphone’ ia juga ingin”
            “Betul, manusia itu tidak pernah akan merasa puas dengan yang ia miliki”
            “Maka dari itu, manusia diberi akal. Agar bisa mengendalikan keinginan mereka. Memiliki keinginan itu boleh, tapi harus ada manfaat dan tujuan yang jelas atas keinginan itu” kata Fania menambahkan.
            Cengirannya memamerkan barisan gigi-giginya yang putih. Membentuk setitik lesung indah pd pipinya yg merona diterpa sinar mentari senja.

Tidak ada komentar: