Sabtu, 12 Juni 2010

Cowok Bule



Sebuah kertas mengenai kepalaku keras, sekali, dua kali, lamunanku buyar seketika. Tau nggak sih apa yang aku lamunkan ? #$%@* sebel gara2 nulis giom., apa yg tadi aku ketik ILANG.,!! bener-bener kurang ajar dia., ternyata nggak Cuma minus di sekolahan tapi juga minus untuk di tulis, di posting atau di jadiin cerpen. Dasar bocah penghianat nggak bisa belain sekolah sendiri.,(lho?) Ups, siapa tadi yang ngelemparin kepalaku pake kertas yaaaa? Seketika ujung mataku menangkap siluet Ajie, adikku yang masih duduk dibangku kelas 5 SD, masih cekikikan di dekat pintu kamarku. Uuhh dasar Ajie, iseng amat sih anak itu.


Aku benar-benar yakin, Zaho gila. Mana bisa dia segitu excitednya sama Giom, yah, si Giom itu memang anak sekolahku, lebih tepatnya juniorku di sekolah. Huuh seberapa istimewanya Giom sih? Ya ya dia itu bule, aseli lho diya bule prancis. Tapi kelakuannya boo, minus di bawah minus nol derajat, sumpah nggak ada enak-enaknya untuk di masukin daftra kecengan kita zaho. Aku yakin semalem Zaho benar-benar lagi mabuk, mabuk asmara maksudnya. Lagian dapet darimana sih dia tahu nama Giom itu?

“Hah? Yang bener kamu Zah?” Mataku membelalak tak percaya
“Iya bener laaahh, apa perlu di ulang sekali lagi?” Jawabnya di seberang telpon
“Nggak mungkin zah, dia itu emang udah dasarnya begitu”
“Begitu gimana ? ganteng? Emang dia ganteng banget, kamu juga sih, tega banget sama aku. Punya temen seganteng Giom nggak cerita-cerita”
“Hellloooooo, inget ya, dia bukan temen aku”
“Ya setidaknya, dia pernah satu sekolahan sama kamu kan Bel?” Tanyanya menantangku balik
“Terserah kamu deh Zah, aku nggak ikut-ikutan. Tapi jangan coba-coba nanya apapun tentang Giom sama aku, karena aku sama sekali nggak tau tentang dia. Oke?”
´ “Masa sih Bel? Nggak percaya ahh sama kamu, si Bagus aja yang katamu tajir, pinter, cute, baik, dan semua kategori baik, kamu tahu. Giom … Bel, bule seganteng itu masa kamu nggak tahu?” Bantahnya mengingatkanku akan Bagus, siswa terfavorite di sekolahku, bahkan di setiap obrolan kamipun, Bagus tak pernah luput.
Ya ya ya, si Bagus itu memang The Best-nya sekolah Panca Buana. Rangkingnya tak pernah tergeser dari satu. Tapi Giom? Haduh, anak itu banyak minusnya. Sama guru aja nggak bisa ngomong lembut, yang pernah jadi ceweknya pun trauma ketemu si Giom itu. Dia bukan termasuk cowok badung di sekolahku sih, dia hanya sombong. Ah ya, tepat sekali, sombong. Ya mentang-mentang dia itu keturunan bule prancis.

Bukan Zaho namanya kalo nggak nyerah begitu aja. Hihi, sebenarnya nama aseli dia bukan Zaho sih, Zahra Muthiana, tapi enakan manggil Zaho, udah biasa soalnya. Awalnya, karena dia pake behel, sehingga ngomongnya agak membuat mulutnya itu terbentuk O. nggak maksud ngehina kok, Dia juga fine-fine aja di panggil Zaho. Back to Giom, lho kok jadi pengen ngomongin Giom yah? Oiya, entah darimana, Zaho sudah dapat banyak informasi tenteng cowok bule prancis itu. Semangat amat ya tuh anak cari info tentang si Giom. Padahal Zaho nggak satu sekolahan lagi sama aku. Aku sih denger namanya aja sudah gatel-gatel badanku, karena belom mandi.

‘kriiiiiiiiinkkk, kriiiiiiiiinkkk, kriiiiinkk’ (mirip suara telpon rumah berdering nggak sih?)
“halo Bel, udah tahu berita terbarunya belom?” suara di sebrang telpon pasti Zaho
“Neng, orang tuh kalo nelpon Assalamu’alaikum dulu, ntar kalo tau-tau bokap yang angkat gimana?” Omelku
“Hihihihi, iya hampura atuh neng, assalamu’alaikum Nyonya Bagus ada?” Ledeknya
“Hush, seenaknya aja, maaf salah sambung teh” Kami berdua tertawa ngikik di telepon.
“Ada berita baik Bel”
“Kenapa? Bagus main ke rumah kamu? Waaahhh itu bukan baik namanya, tapi kejutan”
“Yee Bagus lagi, dia buat kamu aja ah, aku kan udah punya Giom”
“Ooh, jadi udah pindah kelain hati nii sekarang”
“Nggak tau ah, pokoknya aku Cuma mau kasih tau, kalo cowok bule Prancis itu baru pindah rumah. Dan kamu tahu pindahnya kemana?”
“Kok malah balik nanya, aku justru baru tahu dari kamu”
“Dia pindah deket perumahanku Bel, senangnya” Aku rasa zaho sekarang lagi jingkrak-jingkrak di ujung telepon sana.
“Kok bisa Zah? Kamu mimpi kaliii?” Ledekku
“Serius Bel, tadi aku lihat sendiri dia lagi bantu turun-turunin barang di depan rumah barunya. Besok deh kamu mampir ke rumahku sepulang sekolah Bel”
“Okey, siapa takut. Besok tunggu aku di halte depan perumahanmu ya Zah”
“Yaudah bye Nyonya Bagus, sampai ketemu besok” ‘klik’
“Zahoooooo… !! berani ngeledek lagi, awas yaaaaa..!!” tapi teriakanku percuma, telepon sudah di putus oleh zaho, aku tahu, dia pasti sedang cekikikan disana karena berhasil bikin aku setengah kesal. Nyonya Bagus? Boleh juga, tapi aku kan belum mau nikah muda. Lagian, belum tentu si Bagus mau nikah sama aku. Jadi penasaran juga sih, kayak apa ya rumah cowok bule itu?
***
Matahari sedang terik-teriknya menyinari bumi, angin-anginpun enggan berhembus meniupkan debu-debu jalanan. Subhanallah, panasnya melelehkan keringat orang-orang yang berjejer di halte ini. Semua berusaha merapat ke tengah halte agar tak terjilat panasnya terik mentari siang. Begitu melihat Zaho mulai mendekati halte, aku langsung berlari-lari kecil mendekatinya, sambil menutup kepalaku dengan tas sekolah. Dan dengan bergegas aku dan Zaho memasuki gerbang perumahan.
Tapi belum terlalu jauh dari gerbang perumahan, tiba-tiba ada mobil Ambulans meluncur cepat keluar gerbang. Aku dan Zaho hanya berpandangan. Dan menggedikkan bahu, kemudian kami meneruskan perjalanan.
“Dua kelokan sebelum Blok rumahku, itu Bloknya Giom Bel. Kamu mau mampir dulu?”
“Nggak ahh ngapain?”
“Ya minta minum kek, pura-pura aja kita lagi nyasar nyari rumah temen”
Dan akhirnya kami putuskan untuk sekedar melewati rumahnya saja,barangkali aku mengenali salah satu mobil yang berbaris di garasi mobilnya. Terlalu berlebihan juga si Zaho ini, cowok bule itu nggak setajir yang dia bayangain tau. Dia aja nggak pernah naik mobil BMW atau Mercy ke sekolah, paling hanya sekali pamer mobil. Itupun di antar sopir, selanjutnya nggak pernah tuh terlihat bawa mobil lagi.
Begitu kami sampai di depan rumah yang katanya, rumah Giom, ada anjing menyalak dari balik pagarnya. Eh, ternyata pagarnya terbuka sedikit, dan anjing itu mengeluarkan setengah badannya hendak menerkam. Aku yang panic segera lari berbalik arah, Zaho pun tak kalah cepat larinya, akhirnya kami malah balap-balapan lari dulu-duluan sampai ke rumah Zaho.
Sambil ngos-ngosan aku meluruskan kaki di beranda rumah zaho yang asri, Zaho menelentangkan badannya di sampingku. Kami berdua menarik napas panjang kemudian tertawa. Untung anjingnya diikat tali, kalau tidak mungkin kami akan di kejarnya sampai dapat. Angin berhembus menyapu wajah kami yang kelelahan.
***
Mana mungkin? Rasanya tak percaya Giom kecelakaan di dekat rumahnya, baru kemarin Aku dan Zaho lewat di depan rumahnya. Menurut berita, saat di pertigaan dirinya di hantam motor dari arah kanan yang juga ngebut. Atau jangan-jangan mobil ambulans kemarin itu membawa Giom? Karena kepalanya pecah, maka di bawa pakai Ambulans? Ya mungkin kalau hanya luka-luka baret, dirawat di rumah juga bisa. Ya ampun, gimana ya nasib cowok bule itu? Lalu bagaimana aku mengabari hal ini sama Zaho? Kenapa tiba-tiba aku menjadi iba sama Giom ya.

Tidak ada komentar: